Sabtu, 01 Desember 2012

TEHNIK MENSKOR


BAB I
PENDAHULUAN
Setelah kita melakukan kegiatan tes terhadap siswa, kegiatan berikutnya adalah memberikan skor pada setiap lembar jawaban siswa. Kegiatan ini harus dilakukan dengan cermat karena menjadi dasar bagi kegiatan pengolahan hasil tes sampai menjadi nilai prestasi. Sebelum melakukan tes, sebaiknya Anda sudah menyusun teknik pemberian skor (penskoran). Bahkan sebaiknya Anda sudah
berpikir strategi pemberian skor sejak perumusan kalimat pada setiap butir soal. Pada kegiatan belajar ini akan disajikan pemberian skor pada tes domain kognitif, afektif, dan psikomotor sesuai dengan pedoman yang telah dikeluarkan oleh Diknas (2004) yang telah dimodifikasi. Membuat pedoman penskoran sangat diperlukan, terutama untuk soal bentuk uraian dalam tes domain kognitif supaya subjektivitas Anda dalam memberikan skor dapat diperkecil. Pedoman menyusun skor juga akan sangat penting ketika Anda melakukan tes domain afektif dan psikomotor peserta didik. Karena sejak tes belum dimulai, Anda harus dapat menentukan ukuran-ukuran sikap dan pilihan tindakan dari peserta didik dalam menguasai kompetensi yang dipersyaratkan.
            Pada makalah ini, kita akan mempelajari teknik pemberian skor (penskoran) dan prosedur mengubah skor ke dalam nilai standar pada metode tes.  Adapun kompetensi yang harus Anda kuasai setelah mempelajari tehnik penskoran  ini adalah sebagai mahasiswa mampu membuat pedoman penskoran dan melakukan analisis hasil penilaian proses dan hasil pembelajaran dengan metode tes. Oleh sebab itu, setelah mempelajari modul ini diharapkan kita memiliki kemampuan untuk Memberi skor pada berbagai soal metode tes.
            Adapun Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui apa itu skor, cara penggunaannya dalam bentuk tes objektif dan Manfaatnya adalah dapat mengetahui bagaimana cara menentukan skor dalam berbagai jenis bentuk soal.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Defenisi Skoring
Pada hakikatnya pemberian skor (scoring) adalah proses pengubahan jawaban instrumen menjadi angka-angka yang merupakan nilai kuantitatif dari suatu jawaban terhadap item dalam instrumen. Angka-angka hasil penilaian selanjutnya diproses menjadi nilai-nilai (grade).
 Skor adalah hasil pekerjaan menyekor (memberikan angka) yang diperoleh dari angka-angka dari setiap butir soal yang telah di jawab dengan benar, dengan mempertimbangkan bobot jawaban betulnya. ( Mali El-Bustani)
 Maka Penskoring adalah suatu proses pengubahan jawaban-jawaban tes menjadi angka-angka. Skor adalah hasil pekerjaan menskor yang diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka bagi setiap soal tes yang dijawab betul oleh siswa. Skor maksimum tidak selalu tetap, karena ditentukan berdasarkan atas banyak serta bobot soal-soal tesnya. Seorang siswa yang memperoleh skor 40 bagi tes yang menghendaki skor maksimum 40, mempunyai arti bahwa siswa tersebut sudah menguasai 100% dari tujuan instruksional khusus yang dirancang oleh guru. Akan tetapi jika skor 40 tersebut diperoleh dari pengerjaan soal tes yang menghendaki skor maksimum 100, maka skor 40 mencerminkan 40% penguasaan tujuan saja. Dengan demikian maka angka 40 yang diperoleh oleh seorang siswa setelah ia selesai mengikuti sebuah tes, belum berbicara apa-apa sebelum diketahui berapa skor maksimum yang diharapkan jika siswa tersebut dapat mengerjakannya dengan sempurna. Angka 40 ini disebut skor mentah.
Skor sebenarnya (true score) seringkali juga disebut dengan istilah skor universe – skor alam (universe score), adalah nilai hipotesis yang sangat tergantung dari perbedaan individu berkenaan dengan pengetahuan yang dimiliki secara tetap. Sebagai contoh, apabila seseorang diminta untuk mengerjakan sebuah tes berulangulang, maka rata-rata dari hasil tersebut menggambarkan resultan dari variasi hasil yang tidak ajek. Inilah gambaran mengenai skor sebenarnya. Akan tetapi, di dalam praktek tentu tidak mungkin bahwa penilai minta kepada peserta tes untuk mengerjakan sebuah tes secara berulang-ulang. Gambaran ini hanya untuk menunjukkan contoh saja dalam menjelaskan pengertian skor sebenarnya. Perbedaan antara skor yang diperoleh dengan skor sebenarnya, disebut dengan istilah kesalahan dalam pengukuran atau kesalahan skor, atau dibalik skor kesalahan. Hubungan antara ketiga macam skor tersebut adalah sebagai berikut:
Skor yang diperoleh = skor sebenarnya + skor kesalahan
Dalam menskor atau menentukan angka, dpat digunakan 3 macam alat bantu yaitu :
1.      Pembantu menentukan jawaban yang benar, disebut kunci jawaban
2.      Pembantu menyeleksi jawaban yang benar dan yang salah, disebut kunci skoring
3.      Pembantu menentukan angka, disebut pedoman penilaian
Adapun pada umumnya, pengolahan data hasil tes menggunakan bantuan statistik. Menurut Zainal Arifin (2006) dalam pengolahan data hasil test menggunakan empat langkah pokok yang harus di tempuh.
1)     Menskor, yaitu memperoleh skor mentah daritiga jenis alat bantu, yaitu kunci jawaban kunci scoring dan pedoman konversi.
2)                   Mengubah skor mentah menjadi skor standar
3)                   Menkonversikan skor standar kedalam nilai
4)     Melakukan analisis soal (jika diperlukan) untuk mengetahui derajat validitas dan realibilitas soal, tingkat kesukaran soal (difficulty index) dan daya pembeda.

B.     Skala penskoring
a.       Skala 0 – 10
Dalam penggunaan skala 10, skor aktual siswa ditransfer ke dalam 10 kelompok nilai, yaitu: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10. Skala 10 ini dipakai di sekolah sesuai dengan anjuran pada kurikulum 1975, bahwa seorang siswa yang sudah belajar tidak mungkin pengetahuannya tidak bertambah, apalagi berkurang. Oleh karena itu, nilai 0 (nol) ditiadakan. sehingga memungkinkan bagi guru untuk penilaian yang lebih halus. Dalam skala 1-10, guru jarang memberikan angka pecahan, misalnya 5,5. Angka 5,5 tersebut kemudian dibulatkan menjadi 6. Dengan demikian maka rentangan angka 5,5 sampai dengan 6,4 (selisih hamper 1) akan keluar di rapor dalam satu wajah, yaitu angka 6.

b.      Skala 0 – 100
Memang diseyogyakan bahwa angka itu merupakan bilangan bulat. Dengan menggunakan skala 1-10 maka bilangan bulat yang ada masih menunjukkan penilaian yang agak kasar. Ada sebenarnya hasil prestasi yang berada diantara kedua angka bulat itu. Untuk itulah maka dengan menggunakan skala 1-100, dimungkinkan melakukan penilaian yang lebih halus karena terdapat 100 bilangan bulat. Nilai 5,5 dan 6,4 dalam skala 1-10 yang biasanya dibulatkan menjadi 6, dalam akala 1-100 ini boleh dituliskan dengan 55 dan 64. Nilai dengan menggunakan skala seratus disebut skor T yang bergerak pada interval 0 sampai dengan 100. Nilai dengan menggunakan skala 100 ini didasari oleh nilai z.
c.       Skala baku (skor Z dan skor T )
Skala baku (standar) disebut juga skala z, dan nilainya disebut nilai baku atau nilai z. Dasarnya adalah kurva normal baku yang memiliki nilai rerata = 0 dan simpangan baku s = 1. Z dengan  dimana S adalah simpangan baku dengan rumus dimana X = skor yang dicapai dan = rata-rata.
d.      Skala Huruf (skala lima)
Skala lima disebut juga dengan skala huruf karena nilai akhir tidak dinyatakan dengan angka (bilangan), malainkan dengan huruf A, B, C, D, dan E. Beberapa pakar evaluasi pendidikan ada pula yang menggunakan huruf F (failure) arai huruf G (gagal) sebagai pengganti nilai E.




C.     Pemberian Skor Tes pada Domain Kognitif
a.      Penskoran pada bentuk soal pilihan ganda
Cara penskoran tes bentuk pilihan ganda ada tiga macam, yaitu: pertama penskoran tanpa ada koreksi jawaban, penskoran ada koreksi jawaban, dan penskoran dengan butir beda bobot.
  1.  Penskoran tanpa koreksi, yaitu penskoran dengan cara setiap butir soal yang dijawab benar mendapat nilai satu (tergantung dari bobot butir soal), sehingga jumlah skor yang diperoleh peserta didik adalah dengan menghitung banyaknya butir soal yang dijawab benar. Rumusnya sebagai berikut.
Skor = B/N x 100 (skala 0-100)
Ket : B = banyaknya butir yang dijawab benar
        N = adalah banyaknya butir soal
Contohnya adalah sebagai berikut :
Pada suatu soal tes ada 50 butir, Budi menjawab benar 25 butir, maka skor yang dicapai Budi adalah:
Skor = 25/50 x 100 = 50
  1. Penskoran ada koreksi jawaban yaitu pemberian skor dengan memberikan pertimbangan pada butir soal yang dijawab salah dan tidak dijawab, adapun rumusnya sebagai berikut:
 X 100
S = banyaknya butir yang dijawab salah
P = banyaknya pilihan jawaban tiap butir
N = banyaknya butir soal
Butir soal yang tidak dijawab diberi skor 0
Contoh :
Pada soal bentuk pilihan ganda yang terdiri dari 40 butir soal dengan 4 pilihan tiap butir dan banyaknya 40 butir, Amir dapat menjawab benar 20 butir, mejawab salah 12 butir, dan tidak dijawab ada 8 butir, maka skor yang diperoleh Amir adalah:
        X 100
       Skor = 40
3.      Penskoran dengan butir beda bobot yaitu pemberian skor dengan memberikan bobot berbeda pada sekelompok butir soal. Biasanya bobot butir soal menyesuaikan dengan tingkatan kognitif (pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi) yang telah dikontrak guru. Anda juga dapat membedakan bobot butir soal dengan cara lain, misalnya ada sekelompok butir soal yang dikembangkan dari buku pegangan guru dan sekelompok yang lain dari luar buku pegangan diberi bobot berbeda, yang pertama satu, yang lain dua. Adapun rumusnya sebagai berikut:
Bi = banyaknya butir soal yang dijawab benar peserta tes
bi = bobot setiap butir soal
St = skor teoritis (skor bila menjawab benar semua butir soal)
Contoh:
Pada suatu soal tes matapelajaran IPA berjumlah 40 butir yang terdiri dari enam tingkat domain kognitif diberi bobot sebagai berikut: pengetahuan bobot 1, pemahaman 2, penerapan 3, analisis 4, sintesis 5, dan evaluasi 6. Yoyok dapat menjawab benar 8 butir soal domain pengetahuan dari 12 butir, 12 butir dari 20 butir soal pehamanan, 2 butir soal penerapan dari 4 butir, 1 butir
soal analisis dari 2 butir, dan 1 butir soal sintesis dan evaluasi masing-masing 1 butir. Berapakah skor yang diperoleh Yoyok? Untuk mempermudah memberi skor disusun Tabel 6.1. sebagai berikut:
Domain butir soal
Jumlah butir
bi
Jlh butir x bi
Bi
Pengetahuan
12
1
12
8
Pemahaman
20
2
40
12
Penerapan
4
3
12
2
Analisis
2
4
8
1
Sintesis
1
5
5
1
Evaluasi
1
6
6
1
Jumlah =
40
-
St = 83
25

Skor = 63,9 %
Jadi skor yang diperoleh Yoyok adalah 63,9%, artinya Yoyok dapat menguasai
tes matapelajaran IPA sebesar 63,9%
b.      Penskoran pada bentuk soal uraian objektif
Pada bentuk soal uraian objektif, biasanya langkah-langkah mengerjakan dianggap sebagai indikator kompetensi para peserta didik. Oleh sebab itu, sebagai pedoman penskoran dalam soal bentuk uraian objektif adalah bagaimana langkah-langkah mengerjakan dapat dimunculkan atau dikuasai oleh peserta didik dalam lembar jawabannya. Untuk membuat pedoman penskoran, sebaiknya Anda melihat kembali rencana kegiatan pembelajaran untuk mengidentifikasi indikator-indikator tersebut. Perhatikan contoh berikut.
Indikator : peserta didik dapat menghitung isi bangun ruang (balok) dan mengubah satuan ukurannya.
Butir soal:
Sebuah bak mandi berbentuk balok berukuran panjang 150 cm, lebar 80 cm, dan tinggi 75 cm. Berapa literkah isi bak mandi tersebut? (untuk menjawabnya tuliskan langkah-langkahnya!)
langkah
Kunci jawaban
skor
1
Isi balok = panjang x lebar x tinggi
1
2
              = 150cm x 80cm x 75cm
1
3
              = 900.000 cm3 (isi balok dlm liter)
1
4
              = 900.000/1000 liter
1
5
900 liter
1

Skor maksimum
5

c.       Penskoran pada bentuk soal fill-in and completion (tes isian dan melengkapi)
Mengenai cara menilai tes bentuk ini dapat menggunakan rumus : S=R (S=Skor terakhir atau yang diharapkan, R=jumlah isian yang dijawab betul)
Contoh :
Misalkan sebuah tes berbentuk isian mengandung 30 isian. Ani mengerjakan tes tersebut 23 isian yang betul, 5 isian salah, 2 isian kosong (tidak dijawab). Maka skor ani = 23 (tiap isian diberi nilai satu).
d.      Penskoran pada bentuk soal true-false (tes benar-salah)
Setiap items tes bentuk true-false diberi skor maksimum 1 . jadi, apabila suatu item di jawab betul (sesuai dengan kunci jawaban), maka skornya adalah 1. Jika dijawab salah maka skornya 0. Untuk menghitung skor terakhir dari seluruh item biasanya dipergunakan rumus :
 S = R – W
Ket : S = skor terakhir atau yang diharapkan
         R= Jumlah item yang dijawab betul
        W= Jumlah item yang dijawab salah
        N = banyaknya option; untuk true false
         1 = bilangan tetap
Contoh :
Misal jumlah item true-false (B-S) =20 .Seorang siswa bernama Andi  menjawab betul 13 item, dan salah 7 item. Maka skor diperoleh Andi adalah:

   S = 13- 7 = 6 , Maka skor Andi adalah 6
e.       Penskoran pada bentuk soal matching (tes menjodohkan)
Rumus yang digunakan : S=R
Contoh :
Aldo dapat mengerjakan tes tersebut 7 item betul da  3 item salah. Maka skor yang diperoleh Aldo = 10-3 = 7 .

D.    Mengolah skor mentah menjadi skor standar Z dan T
Skor Z adalah skor yang penjabarannya didasarkan atas unit deviasi standar dari mean. Mean dinyatakan dalam nol. Dengan kata lain, hanya mengatahui skor mentahnya saja kita dapat menimbulkan tafsiran yang salah mengenai kecakapan seseorang.
Dengan rumus

Skor T adalah angka skala yang menggunakan dasar mean =50 dan jarak tiap deviasi standar (DS) = 10 dan jarak deviasi standar (DS) = 10 . Di dalam range -3 sampai dengan +3 DS, T tersebar dari 20 s.d 80 tanpa bilangan-bilangan minus.
Dengan rumus Skor                atau                   Skor T = 10Z +50
Contoh:
Misalkan kita melihat hasil tes ujian SD dari seorang anak bernama Andi sebagai berikut:
Bahasa Indonesia = 65
Matematika           = 55
IPS                                    = 70
Dengan sepintas kita bisa memprediksi bahwa kemampuan Andi dalam pelajaran IPS cukup baik. Tetapi kita bisa mengetahuinya dengan menggunakan mean dan DS itulah bisa menjabarkan atau mengubah skor-skor yang diperoleh Andi itu menjadi skor Z.
Dengan rumus :     


Dengan menggunakan rumus diatas, kita dapat mengubah skor yang dicapai Andi ke dalam skor Z.
Bahasa Indonesia =
Matematika           =
IPS                                    =
Melihat hasil skor Z di atas kita dapat mengatakan bahwa kedudukan Andi dalam Bahasa Indonesia adalah 1,25 DS di atas mean, untuk matematika 2,5 DS diatas mean, sedangkan IPS 1,0 dibawah mean. Dengan demikian, justru Andi kurang pandai dalam pelajaran IPS disbanding dengan teman-temannya dan jauh lebih pandai dalam matematika dan bahasa Indonesia.
Maka jika skor-skor Andi dirubah ke dalam skor T, akan kita peroleh sebagai berikut:
Dengan rumus :    
Bahasa Indonesia =
Matematika           =
IPS                                    =

                        Dengan melihat hasil penjabaran ke dalam skor T di atas,Secara cepat kita dapat mengatakan bahwa Andi memiliki prestasi yang cukup baik dalam matematika disbanding dengan teman-teman sekelompoknya, dan kurang baik prestasinya dalam IPS. Ingat bahwa dengan menjabarkan ke dalam skor T itu kita telah menyamakan besarnya mean dari ketiga mata pelajaran tersebut, yaitu mean=50














BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
1.      Secara umum faktor yang mempengaruhi skor adalah hal yang permanen dalam diri siswa, hal yang temporer dalam diri siswa, penyelenggaraan, dan hal yang tidak pernah diperhitungkan lainnya. Tes objektif menganut prinsip penskoran dikotomi, benar diberi angka 1 dan salah diberi angka 0. Sedangkan, tes subjektif menganut prinsip penskoran politomi,benar diberi angka 1 dan salah tidak diberi angka 0.
2.       Penskoran adalah pembuatan skor hasil tes prestasi peserta didik berdasarkan modeltipe soal dan pembobotannya pada suatu perangkat tes, umumnya hasil penskoran dirupakan dalam bentuk angka.
3.      Untuk bentuk soal tes objektif bisa digunakan rumus yang masing- masing telah di tentukan.
4.      Cara menskor soal-soal essay sebaiknya nilai jawaba-jawaban soal essay dalam hubungannya dengan hasil belajar yang sedang diukur, lalu evaluasilah semua jawaban-jawaban siswa soal demi soal, dan bukan siswa demi siswa, evaluasilah juga jawaban-jawaban soal essay tanpa mengetahui identitas atau nama murid yang mengerjakan jawaban itu.
5.      Dengan menggunakan pengolahan skor Z dan T kita dapat menentukan keunggulan seorang siswa dalam masing-masing pelajaran yang sesungguhnya buka hanya memprediksi dengan melihat nilai seorang siswa tersebut.












DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suhasimi.2011.Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.Ed.Revisi, Cet.12. Jakarta:Bumi     Aksara.
Purwanto, Ngalim. 2009. Prinsip-prinsip dan Tehnik Evaluasi Pembelajaran.Bandung: PT Remaja Rosdakarya

















1 komentar:

Unknown mengatakan...

Makasih mbak sdh bantu..